Penulis: Lucia Ika Linawati, S.Pd., M.Hum. & Martinus Ifan Fernanto, S.S.
Weekend Guru dan Karyawan SMP Santa Ursula Bandung
“ Tempat bermain Hachiko” … berpikir sedikit dan mengingat-ingat film yang pernah ditonton. Akhirnya bapak dan Ibu guru serta karyawan dapat menemukan hidden park sebagai salah satu taman untuk bertukar pikiran dan gagasan”. Bertukar pikiran, menikmati udara segar dengan melakukan beberapa game yang telah disiapkan oleh rekan guru yang lain, kegiatan sederhana penuh dengan makna untuk semakin mengenal rekan kerja, mengasah kemampuan berkomunikasi, mempertajam daya ingat, dan menguji ketangguhan guru serta karyawan. Apakah ini bisa disebut dengan penerapan Nilai Serviam untuk para guru dan karyawan ? Ya!..salah satu cara untuk meneguhkan penerapan Nilai Serviam.
Bapak dan Ibu guru serta karyawan tidak ada keluhan sama sekali walau ada satu kelompok yang sempat berputar-putar selama 1 jam untuk menemukan taman dengan kata kunci yang cukup membingungkan dan menyesatkan, hal ini menjadi catatan dan bahan refleksi. Ungkapan bahagia dari para guru adalah bisa ditemukan dengan rekan kerja yang selama ini hanya mengenal sepintas, diberi kesempatan untuk saling menguatkan dan meneguhkan di dunia pendidikan untuk berdinamika dengan anak-anak Allah yang penuh dengan karunia.
“Ternyata perlu juga mengenal lingkungan sekitar yang dinamis, selama ini dilihat sepintas”, ungkap salah satu guru. Ia melakukan observasi bahwa ternyata membutuhkan ketangguhan dan kesabaran sudah 3 jam baru mengeluarkan 2 cup kopi, semua hal yang dilakukan atau dikerjakan perlu strategi; refleksi yang cukup mendalam.
Patung Tunas Kelapa Taman Pramuka menjadi saksi bisu dari perjuangan Ibu Bapak guru dan karyawan untuk menyelesaikan salah satu tantangan, yakni mengeluarkan bola pingpong dari sebuah ram kawat menggunakan sumpit. Setiap anggota kelompok memiliki peranan masing-masing agar bola tersebut bisa berpindah dari bawah ke atas dan melewati ram kawat. Bagi beberapa kelompok permainan ini cukup menantang karena menguji kesabaran untuk berani kembali memulai sampai akhir, terutama bila bola jatuh mendekati ujung ram. Permainan ini ternyata merupakan miniatur dari penyelesaian tantangan hidup yang memerlukan sinergi/kolaborasi; ketangguhan dan totalitas. Pendidik perlu lebih dahulu membatinkan nilai-nilai ini sebelum menjadi cermin bagi anak-anak yang dilayani.
Menengok kembali dari beragam refleksi dari para guru sudah mirip satu rangkaian buku jika diarsipkan. Beberapa nilai antara lain, bahwa kita sebagai orang dewasa harus mau mencoba dan belajar, menjadi manusia pembelajar bukan hanya sebagai slogan, tetapi perlu diterapkan, mencoba keluar dari kotak kenyamanan, untuk sedikit menginovasi perjalanan pembelajaran di kelas, sehingga anak dan guru sungguh menemukan esensi pembelajaran.
Nilai lain yang sempat dirangkai oleh guru adalah menerima perbedaan, memberi kesempatan untuk menemukan tujuan yang sama. Satu nilai yang cukup perlu menjadi perhatian bahwa tidak hanya guru yang diberi kesempatan bertumbuh tetapi setiap anak pun perlu diberi kesempatan sehingga anak mampu mengaktualisasikan kebutuhan mereka untuk semakin menjadi anak-anak yang matang.
Tidak kalah menarik satu refleksi lagi, bahwa kita perlu mengobservasi terlebih dahulu, melihat, mengamati suatu pola, baru melakukan sesuatu, jadi tidak langsung melakukan tindakan. Satu refleksi penutup cukup melengkapi perjalanan di hari Sabtu, 1 Februari 2025 awal bulan penuh makna dan semangat. ***