Logo
Model Pembelajaran Entrepreneurship Dalam Ujian Praktik Smp Santa Ursula Bandung
Tanggal Post

10 Maret 2021

Author
Admin
Kategori
Pendidikan
model-pembelajaran-entrepreneurship-dalam-ujian-praktik-smp-santa-ursula-bandung

Masa pandemi merupakan titik balik dari rutinitas pembelajaran yang dialami oleh setiap insan pendidikan, memutar otak untuk mencari sesuatu yang tidak monoton, kreatif, inovatif, bukan perkara yang mudah dalam dunia pendidikan, atau diam terpaku mengikuti buaian waktu terlena oleh waktu.\r Semua itu harus berbalik dan membuat insan pendidikan berpikir akankah seperti ini selamanya?, gedung, fasilitas ini untuk apa? pertanyaan menggelitik dan penuh makna.\r Karena semua itu hanya bisa dilakukan dengan barang yang berbentuk persegi yaitu laptop, komputer, dan juga gawai.\r

Mencari peluang untuk tetap membuat pembelajaran menjadi efektif, menarik, tidak kaku dan kuno (2K) satu langkah yang dilakukan oleh guru-guru SMP Santa Ursula Bandung.\r Pembelajaran kolaboratif adalah melakukan kolaborasi untuk 11 mata pelajaran.\r Bukan hal baru jika berbicara tentang kolaborasi tetapi jika berbicara tentang proses dan outcomes yang didapat maka kebermaknaan pembelajaran di masa pandemi dapat dirasakan.\r Menggabungkan berbagai macam kompetensi dasar dari 11 mata pelajaran yaitu pelajaran Matematika, Fisika, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Ilmu Pengetahuan Sosial, Agama, Pendidikan Kewarga Negaraan, Seni Budaya, Karawitan, Olahraga, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris bukan perkara yang mudah karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri.\r Maka sarana yang digunakan untuk menyatukan keunikan dari masing-masing mata pelajaran yaitu dengan pembelajaran kolaboratif.\r Pembelajaran kolaboratif merupakan salah satu ciri pembelajaran abad 21.\r Kecakapan abad 21 secara global dijabarkan dalam 4 kategori sebagai berikut:\r (a) cara berpikir: kreatif dan inovasi, berpikir kritis, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan belajar untuk belajar;\r (b) cara untuk bekerja: berkomunikasi dan bekerja sama;\r (c) alat untuk bekerja: pengetahuan umum dan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi;\r (d) cara untuk hidup: karir, tanggung jawab pribadi dan sosial termasuk kesadaran akan budaya dan kompetensi (Binkley et al, 2018).\r Pendidikan abad 21 ini melibatkan aspek keterampilan dan pemahaman, namun juga menekankan pada aspek-aspek kreativitas, kolaborasi dan kemampuan berbicara.\r Keterampilan abad 21 secara jelas telah disiapkan oleh SMP Santa Ursula Bandung.\r Keterampilan abad 21 akan dipadukan dengan penilaian secara kolaboratif yang disebut dengan rubrik penilaian.\r

Rubrik penilaian menjadi alat ukur dalam penilaian pembelajaran kolaboratif.\r Rubrik penilaian merupakan alat untuk mengukur kompetensi siswa dalam menyelesaikan hasil karya.\r Rubrik disusun berdasarkan seperangkat kriteria dari masing-masing kompetensi dasar yang menggambarkan suatu harapan dan menunjukkan tingkat kualitas pembelajaran.\r Pada dasarnya, rubrik merupakan alat yang dapat mengukur gambaran umum keseluruhan proses belajar dari awal sampai akhir pembelajaran.\r Pengembangan rubrik kolaboratif bertujuan untuk meningkatkan kerja sama antarguru, antarsiswa, dan juga guru dengan siswa.\r Rubrik penilaian menjadikan siswa merasa lebih nyaman karena proses pembelajaran sampai pada akhir pembelajaran dapat diukur dan transparan.\r Rubrik juga menumbuhkan rasa tanggung jawab atas proses belajar siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dapat dikomunikasi pada orang lain.\r Rubrik mengevaluasi pengetahuan dan keterampilan abad ke-21 seperti pemikiran kritis, produktivitas,dan pengarahan diri sendiri.\r

Selain rubrik penilaian, mengubah style mengajar menjadi daya tarik tersendiri dalam pembelajaran kolaboratif yang dilakukan oleh SMP Santa Ursula Bandung.\r Para guru menyadari bahwa untuk menyiapkan siswa menghadapi tantangan abad 21 yang sangat komplek, guru tidak dapat berdiri sendiri.\r Maka strategi alternatif dalam pembelajaran yang dilakukan oleh SMP Santa Ursula Bandung adalah guru membuat style mengajar kolaboratif dengan harapan akan terbentuk sinergi antarguru mata pelajaran untuk saling berkontribusi sesuai dengan karakterisktik mata pelajaran, guru tidak hanya ahli dalam suatu topik tertentu.\r Melainkan, harus menjadi ahli dalam mencari tahu bersama-sama dengan siswa mereka, tahu cara berkolaborasi, dan ahli mencari penemuan baru dalam setiap proses pembelajaran.\r

Siswa datang kepada guru dengan segudang pertanyaan, dan pengetahuan baru maka guru harus menjadi penyeimbang pengetahuan yang dimiliki siswa.\r Guru harus dapat menstimulus pengetahuan siswa sehingga pengetahuan siswa dapat berkembang secara maksimal tidak hanya berhenti karena ketidakmampuan guru dalam proses pembelajaran.\r Maka dengan pembelajaran kolaboratif, tidak hanya menjadi kecakapan bagi siswa tetapi bagi guru menjadi motivasi baru agar guru konsisten memposisikan diri sebagai role model untuk selalu terbuka dengan pengetahuan dan perkembangan zaman, ketekunan, dan komitmen kepada siswa dalam menghadapi realitas kehidupan di abad 21.\r Guru dituntut untuk sadar mengubah pendekatan pembelajaran tradisional menuju pendekatan digital yang dirasa lebih relevan dalam memenuhi kebutuhan siswa.\r

Model pembelajaran yang digunakan di SMP Santa Ursula Bandung adalah learning cycle.\r Pelaksanaan pembelajaran kolaboratif dengan learning cycle, diawali dengan menggali fenomena, potensi, dan kompetensi dasar yang menjadi landasan bagi siswa untuk melakukan tahap exploring.\r Pada tahap exploring siswa menggali fenomena yang ada di sekitar mereka untuk menumbuhkan keprihatinan atau kepedulian (care) siswa.\r Kepedulian tersebut menjadi peluang bagi siswa untuk membuat suatu karya.\r Dalam exploring, siswa juga menggali potensi yang ada di dalam diri setiap anggota kelompok, hal tersebut dilakukan agar karya yang dibuat dapat dilakukan secara maksimal dengan memberdayakan potensi dari masing-masing anggota kelompok.\r Kompetensi dasar digunakan sebagai landasan untuk pembuatan karya dengan berbasis 11 mata pelajaran, hal ini dimaksudkan pengetahuan yang diperoleh siswa dalam kelas dapat digunakan.\r Kepedulian (care) yang berasal dari fenomena, potensi, dan kompetensi dasar perlu selaraskan (synchonising) agar menjadi ide (idea) yang sesuai dengan kebutuhan target market dengan memperhatikan keaslian ide, konsep-konsep yang mendukung, dan kebutuhan target market.\r Agar ide menjadi bermakna atau memiliki value harus melalui tahapan experimenting dengan mengutamakan keunikan dan keunggulan karya.\r Pada tahap experimenting siswa membuat rancangan proyek untuk mendapatkan feedback dari target market dan guru pendamping.\r Siswa dalam kelompok mengawali kegiatan pembelajaran dengan menghubungkan fenomena, potensi diri siswa, dan kompetensi dasar dari masing-masing mata pelajaran sehingga memunculkan keunikan produk dari karya siswa serta mendapatkan alternatif pemikiran dari proyek yang dibuat oleh siswa.

Keberhasilan suatu karya perlu adanya executing dari value dengan memerhatikan cara merespon keinginan pelanggan (target market) dan kegiatan yang harus dilakukan untuk memperoleh keberhasilan atau ketercapaian target, serta belajar dari kegagalan dalam menyusun karya.\r Keberhasilan yang diperoleh menjadi landasan bereksplorasi untuk menumbuhkan kepedulian yang baru.\r Dalam tahap ini para siswa mengomunikasikan hasil karya mereka untuk mengetahui keberhasilan karya mereka pada target market.

Pengalaman yang belum pernah dialami oleh siswa lain bahwa ketika siswa mengomunikasikan karya mereka dihadiri oleh kepala TB, TK, SD, SMP, Ketua Yayasan, Dwi Sunu Widyo Pebruanto, S,Pd., M.Ed., Ph.D Education Specialist, Universitas Ciputra Surabaya dan Dr. Krismanto Kusbiantoro Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Inovasi dan Kemitraan Universitas Maranatha, Bandung selaku guru tamu.\r Satu nilai yang dapat diambil dari proses communicating ini adalah bahwa ketika siswa mengerjakan karya dalam tim, siswa perlu menggali potensi yang dimiliki oleh masing-masing siswa.\r Sehingga penyelesaikan pembelajaran kolaboratif dengan model pembelajaran entrepreneurship, bukan menjadi hambatan karena berdasarkan minat dan bakat siswa.\r Kehadiran guru tamu sebagai pengulas karya siswa merupakan masukan yang sangat bermakna untuk proses pembelajaran kolaboratif dengan menggali fenomena yang ada di sekitar siswa.\r Proses pembelajaran ini bukan hanya untuk siswa akan tetapi guru juga mengalami proses dan berbagai macam hal perlu dikembangkan, digali sehingga karya siswa tidak hanya sampai pada tugas kolaborasi akan tetapi menjadi karya ini yang bermakna bagi orang lain.

Proses pembelajaran entrepreneurship dengan learning cycle adalah proses belajar siswa untuk mengggali, mengevaluasi, dan mengesploitasi peluang-peluang yang ada di sekitar siswa.\r Siswa belajar untuk mengembangkan potensi diri, melatih kepekaan terhadap lingkungan sehingga dapat memenuhi kebutuhan target market.

Lucia Ika Linawati, S.Pd.,M.Hum
Guru SMP Santa Ursula Bandung